
ERA SEKEPANJANG
Bapak Uskup Bandung mencita-citakan munculnya imam-imam yang sungguh-sungguh tangguh, baik dalam karya, doa, kepribadian, maupun persaudaraan. Untuk mewujudkan cita-cita ini beliau membayangkan adanya penempaan para frater dalam unit-unit kecil. Kehidupan dalam unit kecil akan membantu para frater untuk berinteraksi satu sama lain secara Iebih intim, begitu kira-kira pemikiran beliau.
Bayangan Bapa Uskup menjadi kenyataan pada tanggal 30 Agustus 1991. Ketika itu Suster-suster Maryknoll yang mempunyai rumah di Jalan Sekepanjang hampir menyelesaikan masa tugasnya di Keuskupan Bandung. Mulanya rumah tersebut diserahkan kepada Suster-Suster Ursulin untuk dijadikan Novisiat. Namun demikian, ternyata penempatan rumah di Sekepanjang oleh novis-novis Ursulin tidak semulus yang dibayangkan. Paling tidak hal itu terungkap dalam percakapan Bapak Uskup dengan Provinsial OSU pada waktu peresmian Seminari Menengah Cadas Hikmat. Menurut Suster Provinsial, masyarakat, selalu membandingkan mereka dengan Sustr-suster Maryknoll yang sebelumnya berkarya di sana. Misalnya, Suster-suster OSU menggunakan busana biara, sedangkan penghuni sebelumnya (Suster Maryknoll) menggunakan pakaian biasa. Hubungan dengan masyarakat sekitar pun menjadi renggang karena memang kegiatan novis novis OSU lebih banyak bersifat “ke dalam”,
Ursulin bermaksud menyerahkan rumah di Sekepanjang kepada Keuskupan. Bapak Uskup menerimanya dengan gembira dan menjadikan rumah tersebut sebagai salah satu unit pembinaan para frater Fermentum. Para frater yang tinggal di Sekepanjang didampingi oleh Pst. Nahak yang waktu itu sedang bc1ajar di Unpar. Di Sekepanjang, para frater berusaha meneruskan karya Suster-Suster Maryknoll yang dianggap sudah membuahkan hasil. Mereka bersedia meluangkan waktu untuk membantu perkembangan masyarakat sekitarnya, terutama anak-anak. Seringkali mereka tidak dapat tidur siang karena suasana rumah yang begitu ramai oleh anak-anak tetangga yang belajar dan bermain di seminari. Para frater tidak mengeluhkan hal ini karena memang hal itu sudah menjadi kesepakatan bersama. Lagi pula, pelayanan tersebut membantu para frater dalam belajar hidup meragi, hidup memasyarakat.
Kesadaran untuk mempersiapkan diri menjadi Imam yang kelak harus masuk “pasar” dan imam yang mendorong umat untuk mau masuk “pasar” terus bergema. Gema kesadaran inilah yang membuat para frater merelakan kepentingan dan “kesenangan” mereka duetakkan di bawah kebutuhan masyarakat sekitar. Upaya terlibat dalam kehidupan masyarakat ternyata tidak mudah. Ini juga dialami Para frater yang tinggal di Sekepanjang. Banyak hambatan yang muncul dan dalam maupun dan luar. Dengan mempertimbangkan berbagai hal, .Bapak Uskup akhirnya menyatukan kembali para frater di Komunitas Fermentum Buah Batu. Dengan demikian, Rumah di Sekepanjang yang baru dihuni satu tahun ditinggalkan dan digunakan untuk kebutuhan lainnya.
Pada tahun 1992, calon serninaris yang mendaftarkan diri cukup banyak. Serninari Tinggi Fermenturn yang ada di Suryalaya Sari tidak lagi rnemadai untuk menampung calon ini. Berbagai usaha lantas dilakukan untuk mencari rumah yang Iayak bagi mereka.
Di jalan menuju Lembang ada sebuah wisma tempat belajar para pekerja pabrik timah hendak dijual, Dengan segera Pst. Van Iperen OSC., mewakili Bapak Uskup segera berusaha membelinya. Tempatnya sudah terkotak-kotak sebagai tempat studi. Cukup untuk dijadikan tempat pendidikan calon imam. Uang sudah disediakan tinggal menunggu waktu lelang. Akan tetapi, usaha itu kandas oleh pihak yang lebih berkuasa. Lelang ditiadakan.
Dalam waktu yang mendesak tersebut, tatkala Mgr. Alexander Djajasiswaja Pr., melintas di Jl.Jawa 22, terpampang papan yang menyatakan bahwa rumah ini dijual atau disewakan. Karena keadaan memaksa, disewalah rumah tersebut untuk jangka waktu tiga tahun meski dengan harga sewa yang cukup tinggi. Ini semua terjadi sekitar bulan Mei 1992. Jadi memang JI. Jawa dijadikan tempat pembinaan tahun orientasi rohani (TOR) untuk sementara.
Pada waktu itu terpikir bahwa dalam waktu yang tersisa, rumah dapat dipersiapkan untuk dihuni. Setelah dilihat ternyata masih banyak yang harus dibenahi. Dinding, perabotan, kusen, pintu, jendela, halaman dan banyak ruangan dalam keadaan aus. Banyak yang harus diperbaiki supaya siap pakai.
Pada saat seminaris yang baru berdatangan, tempat belum juga siap huni. Seminaris baru mau tidak mau harus mempersiapkan rumah tersebut supaya layak huni. Dinding di cat, lampu dipasang, sekat kamar dibuat, bak air harus dibuat kalau ingin mandi. Kamar pun belum siap ditempati hingga mereka harus tidur berdesakan dalam satu ruangan. Air adalah barang yang sulit sehingga mandi hanya sehari sekali di kamar mandi Santa Angela.
Selain ketidaksiapan fisik, tenaga pembimbing dan acara-acaranya belum dipersiapkan dengan matang sehingga para seminaris yang baru harus mempersiapkan sendiri segala sesuatunya. Hal itu terjadi karena masih menunggu formator yang dipinjami dari Keuskupan Agung Semarang, sedangkan di Keuskupan Bandung sendiri belum ada formator yang memang khusus dipensiapkan untuk itu. Keberadaan Seminari Tinggi Fermentum di JI. Jawa sempat pula diwarnai dengan dua kali pergantian rektor. Rektor yang pertama kali mendampingi para frater adalah Pst. Siswo Subrata Pr. Beberapa waktu kemudian digantikan oleh Pst. St. Ferry Sutrisna W. Pr. Akhirnya disusul oleh Rm. Ant. Wahadi Martaatmaja Pr., yang berasal dan Keuskupan Agung Semarang. Sejak kehadiran Rm. Wahadi inilah kehidupan dalam arti fisik dan formation mulai tertata. Sejak dan jalan Jawa 22 inilah mulai tradisi ‘meminjam’ formator dan keuskupan lain yang baru berjalan beberapa tahun. Sesudah Rm. Wahadi Pr., sekarang formator yang ‘dipinjam’ dan Keuskupan Agung Semarang untuk mendampingi tahun rohani adalah Pst. Matheus Joko Setyo Setyoprakosa Pr.
Pemisahan yang semula hanya karena faktor jumlah inii tidak lama kemudian dibakukan. TOR dipisahkan dengan skolastik supaya acara-acara lebih tersusun dengan balk untuk mendukung kegiatan rohani yang intensif. Semula TOR digabung dengan skolastik, lalu dipisahkan. Penggabungan maupun pemisahan ini mempunyai sisi positif dan negatifnya masing-masing. Pemisahan ini mungkinkan pembinaan hidup formatio yang lebih terarah tanpa adanya gangguan dan skolastik yang mempunyai acara lebih bebas karena kegiatan perkuliahan dan pastoral.
Pada masa bimbingan Psi. St. Ferry SW Pr. tidak banyak yang dilakukan karena kesibukan beliau di Komisi Kepemudaan. Beliau juga hanya menjadi rektor tahun rohani untuk sementara waktu sambil menunggu formator yang tetap.
Di Ji. Jawa dalam masa bimbingan Rm. Ant. Wahadi M. Pr.. kegiatan yang dilakukan lebih pada kesepakatan bersama karena selain untuk belajar bersama, beliau juga memberi kesempatan untuk mandiri. Kegiatan yang diadakan lebih bersifat rohaniah karena memang dalam masa tahun rohani dipcrsiapkan hidup rohani yang mendasar.
Kegiatan para frater juga diarahkan pada kegiatan-kegiatan rohani seperti Taize. Doa Yesus, meditasi, adorasi, bimbingan rohani dan kegiatan rohani lainnya yang menunjang perkembangan hidup rohani. Diharapkan bahwa dengan terlibat dalam gerakan-gerakan doa, para frater mampu menginternalisasikan nilai-nilai rohani tersebut dalam dirinya.
Tidak hanya dalam hidup rohani semata. Kegiatan sosial juga diperhatikan. Secara rutin. para frater aktif terlibat dalam kcgiatan lingkungan. Dalam saat-saat khusus. Rm Wahadi Pr.. bcrsama dcngan frater mcnghadap ketua RT. Aktivitas di Jl. Jawa berakhir pada bulan Juli 1995 dengan berakhirnya sewa rumah. Semua penghuni JI. Jawa hijrah ke Suryalaya Sari.
No comments:
Post a Comment